Ragam Bahasa Lisan adalah ragam bahasa
yang diungkapkan melalui media lisan, terkait oleh ruang dan waktu sehingga
situasi pengungkapan dapat membantu pemahaman. Ciri-ciri ragam bahasa
lisan diantaranya Memerlukan kehadiran orang lain, Unsur gramatikal tidak
dinyatakan secara lengkap, Terikat ruang dan waktu dan Dipengaruhi oleh tinggi
rendahnya suara. Ragam bahasa lisan memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan.
Adapun kelebihan ragam bahasa lisan diantaranya sebagai berikut:
1.
Dapat
disesuaikan dengan situasi.
2.
Faktor
efisiensi.
3.
Faktor
kejelasan karena pembicara menambahkan unsur lain berupa tekan dan gerak
anggota badan agar pendengar mengerti apa yang dikatakan seperti situasi, mimik
dan gerak-gerak pembicara.
4.
Faktor
kecepatan, pembicara segera melihat reaksi pendengar terhadap apa yang
dibicarakannya.
5.
Lebih bebas
bentuknya karena faktor situasi yang memperjelas pengertian bahasa yang
dituturkan oleh penutur.
6.
Penggunaan
bahasa lisan bisa berdasarkan pengetahuan dan penafsiran dari informasi audit,
visual dan kognitif.
Sedangkan kelemahan ragam bahasa lisan
diantaranya sebagai berikut:
1.
Bahasa lisan
berisi beberapa kalimat yang tidak lengkap, bahkan terdapat frase-frase
sederhana.
2.
Penutur sering
mengulangi beberapa kalimat.
3.
Tidak semua
orang bisa melakukan bahasa lisan secara baik.
4.
Aturan-aturan
bahasa yang dilakukan seringkali menggunakan ragam tidak formal.
Ragam bahasa tulis adalah ragam bahasa yang digunakan melalui media tulis,
tidak terkait ruang dan waktu sehingga diperlukan kelengkapan struktur sampai
pada sasaran secara visual atau bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan
tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan
dengan tata cara penulisan dan kosakata
Ciri-ciri
ragam bahasa tulis adalah sebagai berikut:
a. Tidak memerlukan kehadiran orang lain.
b. Unsur gramatikal dinyatakan secara lengkap.
c. Tidak terikat ruang dan waktu
d. Dipengaruhi oleh tanda baca atau ejaan.
Sama halnya dengan ragam bahasa lisan, ragam
bahasa tulis juga memiliki kelemmahan dan kelebihan. Adapun kelebihan dari
ragam bahasa tulis diantaranya:
— Informasi yang
disajikan bisa dipilih untuk dikemas sebagai media atau materi yang menarik dan
menyenangkan.
— Umumnya memiliki
kedekatan budaya dengan kehidupan masyarakat.
— Sebagai sarana
memperkaya kosakata.
— Dapat digunakan
untuk menyampaikan maksud, membeberkan informasi atau mengungkap unsur-unsur
emosi sehingga mampu mencanggihkan wawasan pembaca.
Sedangkan kelemahan dari
ragam bahasa tulis siantaranya sebagai berikut:
— Alat atau sarana yang memperjelas
pengertian seperti bahasa lisan itu tidak ada akibatnya bahasa tulisan harus
disusun lebih sempurna.
— Tidak mampu menyajikan berita secara
lugas, jernih dan jujur, jika harus mengikuti kaidah-kaidah bahasa yang
dianggap cenderung miskin daya pikat dan nilai jual.
— Yang tidak ada dalam bahasa tulisan
tidak dapat diperjelas/ditolong, oleh karena itu dalam bahasa tulisan
diperlukan keseksamaan yang lebih besar.
Berdasarkan beberapa cirri serta kelebihan dan
kelemahan yang dimiliki oleh ragam bahasa lisan maupun tulis, berikut ini dapat
kita tarik beberapa perbedaan diantara kedua ragam bahasa tersebut.
•
Bahasa lisan didukung isyarat paralinguistik.
•
Bahasa tulis dapat menyimpan informasi tanpa bergantung pada ruang dan waktu.
•
Bahasa tulis dapat memindahkan bahasa dari bentuk oral ke bentuk visual,
memungkinkan kata-kata lepas dari konteks aslinya.
•
Sintaksis bahasa lisan kurang terstruktur dibandingkan dengan sintaksis bahasa
tulis.
•
Bahasa tulis banyak mengandung penanda metalingual yang menghubungkan antara
frasa-klausa.
•
Struktur bahasa tulis umumnya subjek-predikat, bahasa lisan memiliki struktur
‘topik-sebutan’ (topic-comment) (Givon).
•
Bahasa lisan jarang menggunakan konstruksi pasif.
•
Bahasa lisan sering mengulangi bentuk sintaksis.
•
Bahasa lisan dapat diperhalus sambil terus berbicara.
Ragam
Bahasa Keilmuan
Penggunaan
ragam bahasa ilmiah
Di dalam penggunaan bahasa dalam bidang ilmu pengetahuan mempunyai
sifat pemakaian yang sangat khas, yang spesifik, sehingga dapat di bilang bahwa
bahasa dalam bidang ilmu pengetahuan mempunyai ragam bahasa tersendiri yang
bisa dikatakan berbeda dengan ragam-ragam bahasa yang lain. Sifat-sifat
tersebut ada yang umum sebagai bahasa ilmiah di keilmuan, dan ada yang bersifat
khusus berhubungan dengan pemakaian kosakata, istilah, serta bentuk-bentuk
gramatika.
Keilmuan sifat bahasa ragam ilmiah yang bersifat umum berhubungan dengan fungsi
bahasa sebagai alat untuk menyampaikan informasi ilmiah pada peristiwa
komunikasi yang terjadi antara penulis dan pembaca.Informasi yang disampaikan
tentu dengan bahasa yang jelas, benar, efektif, sesuai, bebas dari sifat
samar-samar, dan tidak bersifat ambigu.Hal ini penting sekali diperhatikan oleh
penulis agar informasi ilmiah yang didapat dapat disampaikan dan dipahami
secara jelas, objektif, dan logis, sehingga dapat tercapai kesamaan pemahaman,
persepsi, dan pandangan terhadap konsep-konsep keilmuan yang dimaksud oleh
penulis dan pembaca.
Didalam Informasi dan konsep-konsep ilmiah yang dapat disampaikan ke dalam
bentuk karya tulis ilmiah, misalkan, laporan penelitian (studi), makalah,
skripsi, tesis, dan disertasi adalah bersifat formal. Oleh karena itu, ragam
bahasa yang digunakan dalam karya tulis ilmiah adalah ragam bahasa baku
(standar).
Bahasa dalam percakapan sehari-hari (colloquial) serta percakapan lisan tidak
tepat apabila digunakan untuk menyampaikan informasi dan konsep-konsep yang
berkadar ilmiah.Demikian pula bahasa ragam sastra (puisi, prosa, dan drama)
disusun sedemikian rupa, sehingga dapat menimbulkan berbagai efek emosional,
imajinatif, estetik, dan artistic, yang dapat membangkitkan rasa haru baik bagi
penulis maupun pembacanya.Bahasa keilmuan yang bersifat ilmiah tidak
mempertimbangkan efek-efek perasaan yang timbul, seperti yang dipertimbangkan
dalam bahasa ragam sastra (Oka, 1971: 14).
Di dalam Sifat bahasa ragam ilmiah yang khusus/spesifik tampak pada pemilihan
dan pemakaian kata serta bentuk-bentuk gramatika terutama dalam tataran
sintaksis.Kata-kata yang digunakan dalam bahasa ilmiah bersifat
denotative.Artinya, setiap kata hanya mempunyai satu makna yang paling sesuai
dengan konsep keilmuan tersebut atau fakta yang disampaikan.Demikian pula
kalimat-kalimat yang digunakan dalam bahasa ragam ilmiah bersifat
logis.Hubungan antara bagian-bagian kalimat dalam kalimat tunggal atau hubungan
antara klausa-klausa dalam kalimat majemuk (kompleks) mengikuti pola-pola
bentuk hubungan logis.
Gagasan ilmiah itu akan dapat
dipahami orang lain (pembaca) dengan mudah dan tepat bila gagasan ilmiah
tersebut diungkapkan dengan menggunakan bahasa Indonesia (BI) yang memenuhi
syarat tertentu. BI yang dimaksud adalah BI yang lazim digunakan dalam dunia
keilmuan atau disebut juga BI keilmuan. Mengingat komunikasi keilmuan yang
utama dilakukan secara tertulis, pembahasan perihal BI keilmuan di sini hanya
difokuskan pada penggunaan BI keilmuan tertulis. Bahkan BI keilmuan tertulis
pun masih dibatasi lagi pada ranah penulisan artikel ilmiah untuk
jurnal/berkala ilmiah.
Karakteristik atau ciri BI
keilmuan merujuk pada ciri-ciri ideal yang seharusnya melekat atau dapat
ditemui pada naskah-naskah tulisan ilmiah. Karakteristik BI keilmuan disebut
juga sebagai ciri-ciri ideal karena ciri-ciri itu dalam kenyataannya belum
sepenuhnya terwujud dalam naskah tulisan ilmiah. Bila disoroti dari ciri-ciri
BI keilmuan, selalu dapat ditemukan adanya kekurangan-kekurangan dalam setiap
naskah artikel yang akan diterbitkan. Bahkan, sekalipun telah melalui tahap
penyuntingan, dalam kenyataannya artikel dalam jurnal itu juga masih mengandung
kesalahan atau kekurangan. Atas dasar realitas itu, yang terjadi saat ini adalah
penulis sedang atau telah berusaha untuk memenuhi atau mewujudkan ciri-ciri BI
keilmuan dalam proses menghasilkan tulisan ilmiahnya. Usaha itu perlu terus
dilakukan secara sungguh-sungguh agar pada suatu saat nanti tulisan ilmiah yang
dihasilkan para cendekiawan Indonesia mempunyai kualitas tinggi dan terus
meningkat.
Setidaknya ada sepuluh ciri ideal BI keilmuan, yakni (1)
bertolak dari gagasan, (2) menggunakan ragam tulis, (3) menggunakan ragam
formal, (4) bersifat tegas dan objektif, (5) bersifat lugas, (6) menggunakan
kalimat lengkap, (7) hemat dalam penggunaan kata dan kalimat, (8) menggunakan
paragraf yang baik, (9) konsisten dalam penggunaan kaidah dan unsur-unsur
bahasa, dan (10) terhindar dari kesalahaan ejaan dan tanda baca. Kesepuluh ciri
ideal itu seharusnya menjadi pegangan setiap penulis dan sedapat mungkin mereka
berusaha mewujudkannya dalam setiap penulisan karya ilmiah terutama yang berupa
artikel untuk jurnal/berkala.
Pentingnya bahasa:
sebagai alat komunikasi
bahasa menunjukkan budaya
bahasa menunjukkan keindahan
Kedudukan
bahasa dapat dilihat pada
Kami
poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean,bahasa
Indonesia (Ikrar
Sumpah Pemuda 1928)
…bahasa
negara ialah bahasa Indonesia (Undang-Undang Dasar
1945)
Ragam
bahasa Indonesia terdiri dari
daerah:
logat, dialek (Jawa, Batak, Sunda, Bali, dll.)
pendidikan
formal > ragam baku:
formal
semiformal
nonformal
Contoh
ragam berpendidikan dibanding dengan kurang berpendidikan
à film > pilem
à fitnah > pitnah
à kompleks > komplek
sikap penutur > langgam/gaya:
dipengaruhi oleh umur, kedudukan, keakraban,
permasalahan, tujuan
suasana kaku, adab, dingin, hambar, hangat, akrab, santai
sarana
ragam lisan/ujaran
ragam tulisan
Sejarah rgam baku berasal dari Bahasa Melayu tinggi
awalnya banyak digunakan sebagai bahasa sekolah. Penggunaan bahasa Melayu
tinggi menunjukkan gengsi dan kewibawaan. Bahasa ini sering dipakai oleh kaum
berpendidikan yang kemudian menjadi pemuka berbagai bidang kehidupan.Dengan
pengaruh di berbagai bidang kehidupan oleh kaum berpendidikan, bahasa Melayu
tinggi akhirnya menjadi bahasa baku.
Proses pembakuan dilakukan oleh Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa dan dibantu oleh guru, pengembang ilmu di berbagai jenis
lembaga pendidikan, pengasuh media massa, dan kalangan pembina umum. Hal ini dilakukan
dalam jangka waktu yang lama.
Sejarah
ejaan Bahasa Indonesia:
Ejaan
Van Ophuijsen (1901-1947)
Ejaan
Republik/ Soewandi (1947-1972)
Ejaan
Yang Disempurnakan (mulai 16-8-1972
Sejarah
Kamus Bahasa Indonesia:
Kamus Umum BI (Poerwadarminta, 1952,1982)
Kamus Besar BI (PPPB, 1988,1991)
berturut-turut
mengalami perkembangan melalui Kongres Bahasa Indonesia hingga sekarang
Fungsi
pembakuan:
1. pemersatu
2. pemberi
kekhasan
3. pembawa
kewibawaan
4. sebagai
kerangka acuan
Fungsi
pembakuan butir 1 hingga 3 merupakan fungsi simbolik.Sedangkan fungsi pembakuan
butir 4 merupakan fungsi objektif.
Buku
yang banyak memberikan pengaruh pandangan kebahasaan dikarang oleh
Van
Ophuijsen (1901)
S.M.
Zain (1942)
Madong
Loebis (1946)
S.T.
Alijahbana (1949)
C.A.
Mess (1951)
Fokker
(1951)
Podjawijatna
dan Zoetmulder (1955)
Slametmuljana
(1956, 1957)
Gorys
Keraf (1970)
Poerwadarminta
(1967)
Samsuri
(1971, 1978)
M.
Ramlan (1971,1980,1981)
Penggunaan
bahasa Indonesia harus baik dan benar.
1. bahasa
benar > mengikuti kaidah yang dibakukan
Contoh:
Apakah Bang Becak bersedia mengantar saya ke Pasar
Besar dan berapa ongkosnya?
2. bahasa
baik > mengikuti pemanfaatan ragam yang tepat dan serasi menurut
golongan penutur dan jenis pemakaian bahasa
Contoh:
Ke
Pasar Besar, b
Bahasa Melayu mulai dipakai di kawasan Asia Tenggara sejak
abad ke-7.Bukti yang menyatakan itu ialah dengan ditemukannya prasasti di
Kedukan Bukit berangka tahun 683 M (Palembang), Talang Tuwo berangka tahun 684
M (Palembang), Kota Kapur berangka tahun 686 M (Bangka Barat), dan Karang Brahi
berangka tahun 688 M (Jambi).Prasasti itu bertuliskan huruf Pranagari berbahasa
Melayu Kuna. Bahasa Melayu Kuna itu tidak hanya dipakai pada zaman Sriwijaya
karena di Jawa Tengah (Gandasuli) juga ditemukan prasasti berangka tahun 832 M dan di Bogor ditemukan prasasti berangka tahun 942
M yang juga menggunakan bahasa Melayu Kuna.
Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa buku pelajaran agama Budha.Bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa perhubungan antarsuku di Nusantara dan sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai bahasa antarsuku di Nusantara maupun sebagai bahasa yang digunakan terhadap para pedagang yang datang dari luar Nusantara.
Informasi dari seorang ahli sejarah Cina, I-Tsing, yang belajar agama Budha di Sriwijaya, antara lain, menyatakan bahwa di Sriwijaya ada bahasa yang bernama Koen-louen (I-Tsing:63,159), Kou-luen (I-Tsing:183), K’ouen-louen (Ferrand, 1919), Kw’enlun (Alisjahbana, 1971:1089). Kun’lun (Parnikel, 1977:91), K’un-lun (Prentice, 1078:19), yang berdampingan dengan Sanskerta.Yang dimaksud Koen-luen adalah bahasa perhubungan (lingua franca) di Kepulauan Nusantara, yaitu bahasa Melayu.
Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak makin jelas dari peninggalan kerajaan Islam, baik yang berupa batu bertulis, seperti tulisan pada batu nisan di Minye Tujoh, Aceh, berangka tahun 1380 M, maupun hasil susastra (abad ke-16 dan ke-17), seperti Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu, Tajussalatin, dan Bustanussalatin.
Bahasa Melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara.Bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang, antarbangsa, dan antarkerajaan karena bahasa Melayu tidak mengenal tingkat tutur.
Bahasa Melayu dipakai di mana-mana di wilayah Nusantara serta makin berkembang dan bertambah kukuh keberadaannya.Bahasa Melayu yang dipakai di daerah di wilayah Nusantara dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak budaya daerah.Bahasa Melayu menyerap kosakata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa Sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa.Bahasa Melayu pun dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek.
Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia.Komunikasi antarperkumpulan yang bangkit pada masa itu menggunakan bahasa Melayu.Para pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928).
Kebangkitan nasional telah mendorong perkembangan bahasa Indonesia dengan pesat. Peranan kegiatan politik, perdagangan, persuratkabaran, dan majalah sangat besar dalam memodernkan bahasa Indonesia.
Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini bahasa Indonesia dipakai oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa buku pelajaran agama Budha.Bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa perhubungan antarsuku di Nusantara dan sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai bahasa antarsuku di Nusantara maupun sebagai bahasa yang digunakan terhadap para pedagang yang datang dari luar Nusantara.
Informasi dari seorang ahli sejarah Cina, I-Tsing, yang belajar agama Budha di Sriwijaya, antara lain, menyatakan bahwa di Sriwijaya ada bahasa yang bernama Koen-louen (I-Tsing:63,159), Kou-luen (I-Tsing:183), K’ouen-louen (Ferrand, 1919), Kw’enlun (Alisjahbana, 1971:1089). Kun’lun (Parnikel, 1977:91), K’un-lun (Prentice, 1078:19), yang berdampingan dengan Sanskerta.Yang dimaksud Koen-luen adalah bahasa perhubungan (lingua franca) di Kepulauan Nusantara, yaitu bahasa Melayu.
Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak makin jelas dari peninggalan kerajaan Islam, baik yang berupa batu bertulis, seperti tulisan pada batu nisan di Minye Tujoh, Aceh, berangka tahun 1380 M, maupun hasil susastra (abad ke-16 dan ke-17), seperti Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu, Tajussalatin, dan Bustanussalatin.
Bahasa Melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara.Bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang, antarbangsa, dan antarkerajaan karena bahasa Melayu tidak mengenal tingkat tutur.
Bahasa Melayu dipakai di mana-mana di wilayah Nusantara serta makin berkembang dan bertambah kukuh keberadaannya.Bahasa Melayu yang dipakai di daerah di wilayah Nusantara dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak budaya daerah.Bahasa Melayu menyerap kosakata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa Sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa.Bahasa Melayu pun dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek.
Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia.Komunikasi antarperkumpulan yang bangkit pada masa itu menggunakan bahasa Melayu.Para pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928).
Kebangkitan nasional telah mendorong perkembangan bahasa Indonesia dengan pesat. Peranan kegiatan politik, perdagangan, persuratkabaran, dan majalah sangat besar dalam memodernkan bahasa Indonesia.
Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini bahasa Indonesia dipakai oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar