Social Icons

Pages

Kamis, 03 September 2015

perbedaan bahasa lisan dan bahasa tulis




 Ragam Bahasa Lisan adalah ragam bahasa yang diungkapkan melalui media lisan, terkait oleh ruang dan waktu sehingga situasi pengungkapan dapat membantu pemahaman.  Ciri-ciri ragam bahasa lisan diantaranya  Memerlukan kehadiran orang lain, Unsur gramatikal tidak dinyatakan secara lengkap, Terikat ruang dan waktu dan Dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suara. Ragam bahasa lisan memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan ragam bahasa lisan diantaranya sebagai berikut:
1.     Dapat disesuaikan dengan situasi.
2.     Faktor  efisiensi.
3.     Faktor kejelasan karena pembicara menambahkan unsur lain berupa tekan dan gerak anggota badan agar pendengar mengerti apa yang dikatakan seperti situasi, mimik dan gerak-gerak pembicara.
4.     Faktor kecepatan, pembicara segera melihat reaksi pendengar terhadap apa yang dibicarakannya.
5.     Lebih bebas bentuknya karena faktor situasi yang memperjelas pengertian bahasa yang dituturkan oleh penutur.
6.     Penggunaan bahasa lisan bisa berdasarkan pengetahuan dan penafsiran dari informasi audit, visual dan kognitif.
Sedangkan kelemahan ragam bahasa lisan diantaranya sebagai berikut:
1.     Bahasa lisan berisi beberapa kalimat yang tidak lengkap, bahkan terdapat frase-frase sederhana.
2.     Penutur sering mengulangi beberapa kalimat.
3.     Tidak semua orang bisa melakukan bahasa lisan secara baik.
4.     Aturan-aturan bahasa yang dilakukan seringkali menggunakan ragam tidak formal.

          Ragam bahasa tulis adalah ragam bahasa yang digunakan melalui media tulis, tidak terkait ruang dan waktu sehingga diperlukan kelengkapan struktur sampai pada sasaran secara visual atau bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan dan kosakata

 Ciri-ciri ragam bahasa tulis adalah sebagai berikut:
a. Tidak memerlukan kehadiran orang lain.
b. Unsur gramatikal dinyatakan secara lengkap.
c. Tidak terikat ruang dan waktu
d. Dipengaruhi oleh tanda baca atau ejaan.
Sama halnya dengan ragam bahasa lisan, ragam bahasa tulis juga memiliki kelemmahan dan kelebihan. Adapun kelebihan dari ragam bahasa tulis diantaranya:
—  Informasi yang disajikan bisa dipilih untuk dikemas sebagai media atau materi yang menarik dan menyenangkan.
—  Umumnya memiliki kedekatan budaya dengan kehidupan masyarakat.
—  Sebagai sarana memperkaya kosakata.
—  Dapat digunakan untuk menyampaikan maksud, membeberkan informasi atau mengungkap unsur-unsur emosi sehingga mampu mencanggihkan wawasan pembaca.
Sedangkan kelemahan dari ragam bahasa tulis siantaranya sebagai berikut:
—  Alat atau sarana yang memperjelas pengertian seperti bahasa lisan itu tidak ada akibatnya bahasa tulisan harus disusun lebih sempurna.
—  Tidak mampu menyajikan berita secara lugas, jernih dan jujur, jika harus mengikuti kaidah-kaidah bahasa yang dianggap cenderung miskin daya pikat dan nilai jual.
—  Yang tidak ada dalam bahasa tulisan tidak dapat diperjelas/ditolong, oleh karena itu dalam bahasa tulisan diperlukan keseksamaan yang lebih besar.
Berdasarkan beberapa cirri serta kelebihan dan kelemahan yang dimiliki oleh ragam bahasa lisan maupun tulis, berikut ini dapat kita tarik beberapa perbedaan diantara kedua ragam bahasa tersebut.
•         Bahasa lisan didukung isyarat paralinguistik.
•         Bahasa tulis dapat menyimpan informasi tanpa bergantung pada ruang dan waktu.
•         Bahasa tulis dapat memindahkan bahasa dari bentuk oral ke bentuk visual, memungkinkan kata-kata lepas dari konteks aslinya.
•         Sintaksis bahasa lisan kurang terstruktur dibandingkan dengan sintaksis bahasa tulis.
•         Bahasa tulis banyak mengandung penanda metalingual yang menghubungkan antara frasa-klausa.
•         Struktur bahasa tulis umumnya subjek-predikat, bahasa lisan memiliki struktur ‘topik-sebutan’ (topic-comment) (Givon).
•         Bahasa lisan jarang menggunakan konstruksi pasif.
•         Bahasa lisan sering mengulangi bentuk sintaksis.
•         Bahasa lisan dapat diperhalus sambil terus berbicara.








Ragam Bahasa Keilmuan
Penggunaan ragam bahasa ilmiah
     Di dalam penggunaan bahasa dalam bidang ilmu pengetahuan mempunyai sifat pemakaian yang sangat khas, yang spesifik, sehingga dapat di bilang bahwa bahasa dalam bidang ilmu pengetahuan mempunyai ragam bahasa tersendiri yang bisa dikatakan berbeda dengan ragam-ragam bahasa yang lain. Sifat-sifat tersebut ada yang umum sebagai bahasa ilmiah di keilmuan, dan ada yang bersifat khusus berhubungan dengan pemakaian kosakata, istilah, serta bentuk-bentuk gramatika.
   Keilmuan sifat bahasa ragam ilmiah yang bersifat umum berhubungan dengan fungsi bahasa sebagai alat untuk menyampaikan informasi ilmiah pada peristiwa komunikasi yang terjadi antara penulis dan pembaca.Informasi yang disampaikan tentu dengan bahasa yang jelas, benar, efektif, sesuai, bebas dari sifat samar-samar, dan tidak bersifat ambigu.Hal ini penting sekali diperhatikan oleh penulis agar informasi ilmiah yang didapat dapat disampaikan dan dipahami secara jelas, objektif, dan logis, sehingga dapat tercapai kesamaan pemahaman, persepsi, dan pandangan terhadap konsep-konsep keilmuan yang dimaksud oleh penulis dan pembaca.
      Didalam Informasi dan konsep-konsep ilmiah yang dapat disampaikan ke dalam bentuk karya tulis ilmiah, misalkan, laporan penelitian (studi), makalah, skripsi, tesis, dan disertasi adalah bersifat formal. Oleh karena itu, ragam bahasa yang digunakan dalam karya tulis ilmiah adalah ragam bahasa baku (standar).
   Bahasa dalam percakapan sehari-hari (colloquial) serta percakapan lisan tidak tepat apabila digunakan untuk menyampaikan informasi dan konsep-konsep yang berkadar ilmiah.Demikian pula bahasa ragam sastra (puisi, prosa, dan drama) disusun sedemikian rupa, sehingga dapat menimbulkan berbagai efek emosional, imajinatif, estetik, dan artistic, yang dapat membangkitkan rasa haru baik bagi penulis maupun pembacanya.Bahasa keilmuan yang bersifat ilmiah tidak mempertimbangkan efek-efek perasaan yang timbul, seperti yang dipertimbangkan dalam bahasa ragam sastra (Oka, 1971: 14).
       Di dalam Sifat bahasa ragam ilmiah yang khusus/spesifik tampak pada pemilihan dan pemakaian kata serta bentuk-bentuk gramatika terutama dalam tataran sintaksis.Kata-kata yang digunakan dalam bahasa ilmiah bersifat denotative.Artinya, setiap kata hanya mempunyai satu makna yang paling sesuai dengan konsep keilmuan tersebut atau fakta yang disampaikan.Demikian pula kalimat-kalimat yang digunakan dalam bahasa ragam ilmiah bersifat logis.Hubungan antara bagian-bagian kalimat dalam kalimat tunggal atau hubungan antara klausa-klausa dalam kalimat majemuk (kompleks) mengikuti pola-pola bentuk hubungan logis.
     Gagasan ilmiah itu akan dapat dipahami orang lain (pembaca) dengan mudah dan tepat bila gagasan ilmiah tersebut diungkapkan dengan menggunakan bahasa Indonesia (BI) yang memenuhi syarat tertentu. BI yang dimaksud adalah BI yang lazim digunakan dalam dunia keilmuan atau disebut juga BI keilmuan. Mengingat komunikasi keilmuan yang utama dilakukan secara tertulis, pembahasan perihal BI keilmuan di sini hanya difokuskan pada penggunaan BI keilmuan tertulis. Bahkan BI keilmuan tertulis pun masih dibatasi lagi pada ranah penulisan artikel ilmiah untuk jurnal/berkala ilmiah.
      Karakteristik atau ciri BI keilmuan merujuk pada ciri-ciri ideal yang seharusnya melekat atau dapat ditemui pada naskah-naskah tulisan ilmiah. Karakteristik BI keilmuan disebut juga sebagai ciri-ciri ideal karena ciri-ciri itu dalam kenyataannya belum sepenuhnya terwujud dalam naskah tulisan ilmiah. Bila disoroti dari ciri-ciri BI keilmuan, selalu dapat ditemukan adanya kekurangan-kekurangan dalam setiap naskah artikel yang akan diterbitkan. Bahkan, sekalipun telah melalui tahap penyuntingan, dalam kenyataannya artikel dalam jurnal itu juga masih mengandung kesalahan atau kekurangan. Atas dasar realitas itu, yang terjadi saat ini adalah penulis sedang atau telah berusaha untuk memenuhi atau mewujudkan ciri-ciri BI keilmuan dalam proses menghasilkan tulisan ilmiahnya. Usaha itu perlu terus dilakukan secara sungguh-sungguh agar pada suatu saat nanti tulisan ilmiah yang dihasilkan para cendekiawan Indonesia mempunyai kualitas tinggi dan terus meningkat.
Setidaknya ada sepuluh ciri ideal BI keilmuan, yakni (1) bertolak dari gagasan, (2) menggunakan ragam tulis, (3) menggunakan ragam formal, (4) bersifat tegas dan objektif, (5) bersifat lugas, (6) menggunakan kalimat lengkap, (7) hemat dalam penggunaan kata dan kalimat, (8) menggunakan paragraf yang baik, (9) konsisten dalam penggunaan kaidah dan unsur-unsur bahasa, dan (10) terhindar dari kesalahaan ejaan dan tanda baca. Kesepuluh ciri ideal itu seharusnya menjadi pegangan setiap penulis dan sedapat mungkin mereka berusaha mewujudkannya dalam setiap penulisan karya ilmiah terutama yang berupa artikel untuk jurnal/berkala.
Pentingnya bahasa:
sebagai alat komunikasi
bahasa menunjukkan budaya
bahasa menunjukkan keindahan

Kedudukan bahasa dapat dilihat pada
Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean,bahasa Indonesia  (Ikrar Sumpah Pemuda 1928)
…bahasa negara ialah bahasa Indonesia  (Undang-Undang Dasar 1945)

Ragam bahasa Indonesia terdiri dari
daerah: logat, dialek (Jawa, Batak, Sunda, Bali, dll.)
pendidikan formal > ragam baku:
formal
semiformal
nonformal
Contoh ragam  berpendidikan dibanding dengan kurang berpendidikan
à    film > pilem
à    fitnah > pitnah
à    kompleks > komplek

sikap penutur > langgam/gaya:
dipengaruhi oleh umur, kedudukan, keakraban, permasalahan, tujuan
suasana kaku, adab, dingin, hambar, hangat, akrab, santai
sarana
ragam lisan/ujaran
ragam tulisan

Sejarah rgam baku berasal dari Bahasa Melayu tinggi awalnya banyak digunakan sebagai bahasa sekolah. Penggunaan bahasa Melayu tinggi menunjukkan gengsi dan kewibawaan. Bahasa ini sering dipakai oleh kaum berpendidikan yang kemudian menjadi pemuka berbagai bidang kehidupan.Dengan pengaruh di berbagai bidang kehidupan oleh kaum berpendidikan, bahasa Melayu tinggi akhirnya menjadi bahasa baku.
Proses pembakuan dilakukan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dan dibantu oleh guru, pengembang ilmu di berbagai jenis lembaga pendidikan, pengasuh media massa, dan kalangan pembina umum. Hal ini dilakukan dalam jangka waktu yang lama.

Sejarah ejaan Bahasa Indonesia:
Ejaan Van Ophuijsen (1901-1947)
Ejaan Republik/ Soewandi  (1947-1972)
Ejaan Yang Disempurnakan (mulai 16-8-1972
Sejarah Kamus Bahasa Indonesia:
Kamus Umum BI (Poerwadarminta, 1952,1982)
Kamus Besar BI (PPPB, 1988,1991)
berturut-turut mengalami perkembangan melalui Kongres Bahasa Indonesia hingga sekarang

Fungsi pembakuan:
1.      pemersatu
2.      pemberi kekhasan
3.      pembawa kewibawaan
4.      sebagai kerangka acuan
Fungsi pembakuan butir 1 hingga 3 merupakan fungsi simbolik.Sedangkan fungsi pembakuan butir 4 merupakan fungsi objektif.

Buku yang banyak memberikan pengaruh pandangan kebahasaan dikarang oleh
Van Ophuijsen (1901)
S.M. Zain (1942)
Madong Loebis (1946)
S.T. Alijahbana (1949)
C.A. Mess (1951)
Fokker  (1951)
Podjawijatna dan Zoetmulder  (1955)
Slametmuljana (1956, 1957)
Gorys Keraf  (1970)
Poerwadarminta  (1967)
Samsuri  (1971, 1978)
M. Ramlan  (1971,1980,1981)

Penggunaan bahasa Indonesia harus baik dan benar.
1.      bahasa benar > mengikuti kaidah yang dibakukan
Contoh:
Apakah Bang Becak bersedia mengantar saya ke Pasar Besar  dan berapa ongkosnya?
2.      bahasa baik > mengikuti pemanfaatan ragam yang tepat dan serasi menurut golongan penutur dan jenis pemakaian bahasa
Contoh:
Ke Pasar Besar, b
Bahasa Melayu mulai dipakai di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7.Bukti yang menyatakan itu ialah dengan ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit berangka tahun 683 M (Palembang), Talang Tuwo berangka tahun 684 M (Palembang), Kota Kapur berangka tahun 686 M (Bangka Barat), dan Karang Brahi berangka tahun 688 M (Jambi).Prasasti itu bertuliskan huruf Pranagari berbahasa Melayu Kuna. Bahasa Melayu Kuna itu tidak hanya dipakai pada zaman Sriwijaya karena di Jawa Tengah (Gandasuli) juga ditemukan prasasti berangka tahun 832 M dan di Bogor ditemukan prasasti berangka tahun 942 M yang juga menggunakan bahasa Melayu Kuna.
Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa buku pelajaran agama Budha.Bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa perhubungan antarsuku di Nusantara dan sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai bahasa antarsuku di Nusantara maupun sebagai bahasa yang digunakan terhadap para pedagang yang datang dari luar Nusantara.
Informasi dari seorang ahli sejarah Cina, I-Tsing, yang belajar agama Budha di Sriwijaya, antara lain, menyatakan bahwa di Sriwijaya ada bahasa yang bernama Koen-louen (I-Tsing:63,159), Kou-luen (I-Tsing:183), K’ouen-louen (Ferrand, 1919), Kw’enlun (Alisjahbana, 1971:1089). Kun’lun (Parnikel, 1977:91), K’un-lun (Prentice, 1078:19), yang berdampingan dengan Sanskerta.Yang dimaksud Koen-luen adalah bahasa perhubungan (lingua franca) di Kepulauan Nusantara, yaitu bahasa Melayu.
Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak makin jelas dari peninggalan kerajaan Islam, baik yang berupa batu bertulis, seperti tulisan pada batu nisan di Minye Tujoh, Aceh, berangka tahun 1380 M, maupun hasil susastra (abad ke-16 dan ke-17), seperti Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu, Tajussalatin, dan Bustanussalatin.
Bahasa Melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara.Bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang, antarbangsa, dan antarkerajaan karena bahasa Melayu tidak mengenal tingkat tutur.
Bahasa Melayu dipakai di mana-mana di wilayah Nusantara serta makin berkembang dan bertambah kukuh keberadaannya.Bahasa Melayu yang dipakai di daerah di wilayah Nusantara dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak budaya daerah.Bahasa Melayu menyerap kosakata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa Sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa.Bahasa Melayu pun dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek.
Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia.Komunikasi antarperkumpulan yang bangkit pada masa itu menggunakan bahasa Melayu.Para pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928).
Kebangkitan nasional telah mendorong perkembangan bahasa Indonesia dengan pesat. Peranan kegiatan politik, perdagangan, persuratkabaran, dan majalah sangat besar dalam memodernkan bahasa Indonesia.
Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini bahasa Indonesia dipakai oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar