Social Icons

Pages

Selasa, 06 Oktober 2015

Yayasan



Pengertian Yayasan: Apa itu Yayasan? | Dalam UU No.16 tahun 2001 pasal 1 ayat 1 tentang Yayasan, dikatakan bahwa Pengertian yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk rnencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota. Agar Yayasan tetap menjalankan tugas dan fungsinya maka Yayasan boleh mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan. Yayasan juga dapat melakukan penyertaan dalam berbagai bentuk badan usaha yang bersifat prospektif dengan ketentuan seluruh penyertaan tersebut paling banyak 25% dari seluruh nilai kekayaan yayasan.

Undang-Undang tersebut telah diubah menjadi Undang-Undang RI No. 28 tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian Yayasan memperoleh pengesahan dari Menteri. (Pasal 11). Sehingga perbuatan hukum yang dilakukan oleh Pengurus atas nama Yayasan sebelum Yayasan memperoleh status badan hukum menjadi tanggung jawab Pengurus secara tanggung renteng.

Syarat-syarat Mendirikan Yayasan antaralain:
  • Yayasan harus memiliki tujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan
  • Yayasan harus dengan Akta Notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia
  • Tidak bertentangan dengan susila
  • Tidak bertentangan dengan ketertiban umum
  • Tidak melanggar peraturan perundang-undangan
  • Mempunyai susunan pengurus sekurang-kurangnya seorang

Anket Soiologi Pergaulan Bebas



Pilihlah jawaban yang anda anggap benar!
1.      Kenakalan apa saja yang ada dikebonsari wetan?
a. minum minuman keras      c. seks bebas
b. narkoba                               d. tawuran
2.      Apa yang membuat remaja dikebonsari wetan melakukan seks bebas?
a. rasa ingin tahu                    c. suka sama suka
b. ketergantungan                  d. linkungan
3.      Apa dampak seks bebas bagi remaja dikebonsari wetan?
a. ketagihan                            c. mencorengnama baik keluarga
b. dikucilkan                            d. jauh dari agama
4.      Penyebab pergaulan bebas dikebonsari wetan?
a. linkungan                            c. teman sekolah
b. teman sebaya                     d. broken home
5.      Bagaimana sikap anda kepada anak yang telah terjerumus dalam pergaulan bebas?
a. menjauhinya                       c. menegur dan menasehati
b. dibiarkan saja                     d. membenci
6.      Perilaku apa yang dilakukan oleh anak yang terjerumus dalam pergaulan bebas?
a. mencuri                               c. melawan orang tua
b. semena-mena                     d. menjual barang berharga ortu
7.      Apa perbedaan dari anak yang terjerumus dalam pergaulan bebas dan tidak terjerumus dalam pergaulan bebas?
a. perilaku                               c. cara berbicara
b. sifat                                     d.
8.      Apa kepribadian remaja yang ada dikebonsari wetan?
a. baik                                     c. cukup baik
b. buruk                                   d. kurang baik
9.      Apa akibat yang ditimbulkan dalam pergaulan bebas remaja dikebonsari wetan?
a. warga terganggu                c. banyak masalah
b. biasa saja                            d. nama baik daerah tercoreng
10.  Bagaimana cara untuk menghindari pergaulan bebas?
a. tidak bergaul                       c. melakukan kegiatan positif
b. menguatkan iman               d. hati-hati dalam memilih teman

KHALIFAH




  1. A.    PENGERTIAN KHALIFAH

Dalam bahasa Arab, kata yang memiliki susunan huruf yang hampir sama, apalagi jika kata tersebut berasal dari kata dasar yang sama, maka biasanya memiliki arti dan makna yang berkaitan pula.
Melihat dari aspek etimologi, kata khalifah berasal dari bahasa Arab yang berakar dari kata dasar خلف , sebagaimana yang disebutkan oleh Abu Husain Ahmad bin Faris bin Zakariyya dalam Maqayis Lughahnya bahwa terdiri dari 3 huruf Kha, lam dan fa yang memiliki 3 makna yaitu :
 Pertama : datangnya sesuatu setelah sesuatu setelah sesuatu itu mengganti posisinya, kedua : lawan dari kata depan/muka, dan yang ketiga : pengganti atau perubahan”.[1] Arti kata yang pertama ditemukan dalam QS. Maryam, 19/59 :
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا .
Artinya : “Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.”( QS. Maryam, 19/59).
Sementara dalam mu’jam al-Alfaz wa al-‘Alam al-Qur’āniyyah disebutkan bahwa:
جاء بعده وأقام مقامه, وخلف الشيء : تركه وراءه وخالف خلافا : ضد وافق وخالف عن كذا.[2]
Datang sesudahnya dan mengganti posisi/tempatnya, dibelakang sesuatu, meninggalkannya, dibelakangnya, berbeda dengan perbedaan yang sebenarnya : lawan dari kata setuju dan berbeda dengan sesuatu
Namun, selain dari arti tersebut di atas kami juga menemukan arti lain yang biasa digunakan oleh ahli bahasa seperti ; menyalahi, melanggar, memungkiri, menghindari, berkuasa dan lain-lain.[3] Kesemua makna kata ini memiliki hubungan sebagaimana yang kami jelaskan tadi seperti seorang penguasa itu adalah orang yang terkemuka dan jika tiba masanya akan terjadi pergantian penguasa atau pemimpin, begitu pula dengan menyalahi, melanggar dan sebagainya saya kira ini adalah kata yang semakna.
Konsep khilafah menurut ibnu Khaldun adalah tanggung jawab umum yang sesuai dengan tujuan syarak (hukum islam) yang bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan dunia dan akhirat bagi umat.[4] Pada hakikatnya, khilafah merupakan pengganti fungsi syarak, yakni Rasulullah SAW, dalam urusan agama dan urusan politik keduniaan.
Selanjutnya ibnu Khaldun mengatakan bahwa khilafah juga merupakan sinonim istilah imamah, yakni kepemimpinan menyeluruh yang berkaitan dengan urusan agama dan urusan dunia sebagai pengganti fungsi rasulullah SAW.[5] Seseorang yang melakukan dan melaksanakan fungsi khilafah disebutlah ia sebagai khalifah yang memiliki bentuk jama’ “Khulafā atau khalāif”.
Dengan mengaitkan aspek kebahasaan dengan devenisi tentang khilafah yang disebutkan oleh Ibnu Khaldun, maka secara terminologis kesimpulan sementara kami bahwa khalifah adalah pengganti posisi Rasulullah yang memikul tanggung jawab umum yang sesuai dengan tujuan syarak (hukum islam) yang bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan dunia dan akhirat bagi umat.
 Jika kita melihat dari segi pecahannya menurut kaedah bahasa Arab seperti خلف-يخلف أخلف-يخلف, , استخلف-يستخلف yang berartikan “pengganti, berkuasa atau menjadikan khalifah” dan inilah yang akan kami coba untuk membahasnya sesuai dengan kemampuan kami, dan marilah kita perhatikan penjelasan lebih lanjut.
  1. B.     AYAT-AYAT TENTANG KHALIFAH DAN PENAFSIRANNYA
Setelah meneliti berulang kali, kata khalifah beserta dengan perubahan-perubahannya dalam kaedah bahasa Arab disebut sebanyak 126 x disebut dalam al-Qur’ān.[6] Terkhusus kepada kata yang memiliki arti atau yang bermaknakan pengganti, penguasa, kata khalifah disebutkan sebanyak 21 x yaitu dalam surah Al-‘Araf : 69, 74, 129, 142,169 (2x), Saba’ : 39, An-Nūr : 55 (2x), Al-An’ām : 133, 165, Yūsuf : 14,73, Fāţir : 39, Hūd : 57, Maryam : 59 (2x), Al-Baqarah : 30, Shād : 26, An-Naml : 62 dan Al-Hadīd : 7. Dan akan kami lihat bagaimana al-Qur’ān menggunakan kata-kata tersebut.
Salah satu kata khalifah yang kami temukan dalam al-Qur’ān yaitu Allah swt berfirman :
هُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلَائِفَ فِي الْأَرْضِ فَمَنْ كَفَرَ فَعَلَيْهِ كُفْرُهُ وَلَا يَزِيدُ الْكَافِرِينَ كُفْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ إِلَّا مَقْتًا وَلَا يَزِيدُ الْكَافِرِينَ كُفْرُهُمْ إِلَّا خَسَار.
Artinya : “Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Barang siapa yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. Dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka.”(QS. Al-Fathir/35 : 39)
  1. 1.    Analisis Mikro Struktur Ayat
Menganalisa kosa kata atas makna yang terkandung dalam suatu kata al-Qur’ān, prase ataukah dari bentuk kalusa merupakan hal yang sangat penting dalam meamahmi isi kandungan ayat. Olehnya itu, marilah kita melihat bagaimana imam jalalain menyebutkan hal tersebut terutama dalam QS. Al-Fathir/35 : 39 :
{ هو الذي جعلكم خلائف في الأرض } جمع خليفة أي يخلف بعضكم بعضا { فمن كفر } منكم { فعليه كفره } أي وبال كفره { ولا يزيد الكافرين كفرهم عند ربهم إلا مقتا } غضبا.[7]
Sementara dalam kitab fath al-Qadir disebutkan :
{ هو الذي جعلكم خلائف في الأرض } أي جعلكم أمة خالفة لمن قبلها قال قتادة : خلفا بعد خلف وقرنا بعد قرن والخلف : هو التالي للمتقدم وقيل جعلكم خلفاءه في أرضه { فمن كفر } منكم هذه النعمة { فعليه كفره } أي عليه ضرر كفره لا يتعداه إلى غيره { ولا يزيد الكافرين كفرهم عند ربهم إلا مقتا } أي غضبا وبغضا { ولا يزيد الكافرين كفرهم إلا خسارا } أي نقصا وهلاكا والمعنى : أن الكفر لا ينفع عند الله حيث لا يزيدهم إلا المقت ولا ينفعهم في أنفسهم حيث لا يزيدهم إلا الخسار.[8]
Jika melihat dari aspek kronologis turunnya ayat-ayat tersebut, yang pertama turun mengenai tentang kekhalifaan adalah ayat 26 dari surat Shad,[9] Allah SWT berfirman :
يا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ .
Artinya :” Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.”(QS. Shad, 38/26)
Ayat ini menerangkan bahwa nabi Daud diangkat sebagai khalifah di muka bumi dengan tugas menegakkan hukum dengan benar di tengah-tengah masyarakat. Perintah tersebut disertai pula larangan mengikuti kehendak hawa nafsu semata karena  hal itu menyebabkan penyimpangan dari agama Tuhan.[10]
  1. 2.    Munasabah Ayat
Dikaitkan dengan ayat-ayat sebelumnya, ayat di atas merupakan rangkaian ayat yang mengisahkan sebagian dari keistimewaan dan pengalaman hidup nabi Daud. Rangkaian kisah ini diungkapkan agar Nabi Muhammad SAW memperhatikan dan mengambil iktibar untuk menghadapi kesombongan dan permusuhan orang-orang musyrik. Keberadaan kisah Nabi Daud  seteleah deskripsi orang-orang musyrik terhadap Nabi Muhammad SAW mengandung dorongan untuk menguatkan jiwa Nabi SAW dan hiburan baginya dalam menghadapi tantang orang-orang musyrik. Hal ini dapat kita lihat munasabahnya pada QS. Hud, 11/52 yang berbunyi :
وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى قُوَّتِكُمْ وَلَا تَتَوَلَّوْا مُجْرِمِينَ.
Artinya :”Dan (dia berkata): “Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa.”(QS. Hud, 11/52).
Salah satu Aspek dari kisah nabi Daud yang diungkapkan dalam ayat di atas adalah penegasan Tuhan bahwa Nabi DaudA.S  adalah seorang khalifah. Al-Qur’an tidak menjelaskan secara eksplisit apa sebenarnya konsep yang terkandung dalam istilah tersebut. Hanya saja dalam ayat yang lain yaitu dalam QS. Al-Baqarah, 2/30 :
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لا تَعْلَمُونَ .
Artinya : ”Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.”( QS. Al-Baqarah, 2/30 ).
Pada QS. Al-Baqarah, 2/30 ini diungkapkan bahwa manusia pertama juga adalah seorang khalifah. Tak adanya penegasan secara eksplisit ini menimbulkan perbedaan pendapat para mufassir.
Sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Wahidi bahwa beliau membatasi istilah tersebut pada kepemimpinan para nabi secara bergantian menegakkan hukum tuhan,[11] begitupula dengan pemahaman As-sayuti dari pendapat Salman Al-Farisi bahwa khalifah adalah kepala pemerintahan umat Islam.[12] Dan sebagainya.
Sementara dewan redaksi ensiklopedi islam menyebutkan bahwa manusia sebagai pengganti atau duta tuhan di muka bumi, dan pengganti nabi SAW sebagai kepala Negara.[13]
  1. 3.    Aspek Politik
Kita kembali melihat devenisi-devenis para ulama di atas, pendapat mereka memperlihatkan persamaan pendekatan, mereka melihat konsep khalifah dari sudut pandang kepemimpinan dan pemerintahan, ini berarti konsep tersebut adalah konsep politik.
Melihat dari sudut pandang politik, ayat tersebut di atas (QS. Shad, 38/26) tidak hanya menjelaskan kedudukan nabi Daud sebagai pemimpin politik, tetapi juga memberikan keterangan, dadn ini relevan dengan masalah, tentang fungsi khalifah dan juga tentang pembahsan tingkah laku dan perbuatab seorang khalifah. Hal ini dapat dipahami dari hubungan yang terdapat antara 2 klausa pertama pada ayat itu. Hubungan tersebut diwujudkan oleh partikel “fa” yang memberi makna hubungan kausal (Sababiyyat) antara kedua klausa.[14]
Klausa pertama berisi tentang pernyataan pengangkatan Daud sebagai khalifah, dan klausa kedua menhgandung perintah kepadanya agar ia memerintah dengan benar. Dari sini jelas bahwa klausa pertama berkenaan dengan status(kedudukan), sedangkan yang lain berkenann denhgan kewajiban pemimpin.[15] Oleh karena itu, eksistensi khalifah sebagai konsep politik adalh fungsi menegakkan hukum dalam kehidupan masyarakat dengan cara yang benar.
Jadi, dalam konsep islam manusia adalah khalifah, yakni sabagai wakil, pengganti atau duta Tuhan di muka bumi. Kata khlifah ini juga mengandung makna pengganti nabi Muhammad SAW dalam fungsinya sebagai kepala Negara yaitu pengganti Nabi SAW dalam jabatan kepala pemerintahan dalam islam, baik untuk urusan agama maupun dalam urusan islam.
Dengan kedudukan sebagai khalifah Allah swt di muka bumi. Dengan kedudukannya sebagai khalifah Allah di muka bumi, manusia akan dimintai tanggung jawab di hadapan-Nya tentang bagaimana ia melaksankan tugas suci kekhalifaan itu. Oleh sebab itu, dalam melaksanakan tanggung jawab itu manusia dilengkapi dengan berbagai potensi, seperti akal pikiran yang akan memberikan kemampuan bagu manusia berbuat demikian.dengan akal pikiran manusia memiliki kemampuan mengelolah dan memamfaatkan alam semesta ini untuk dirinya dan bertanggung jawab di hadapan-Nya tentang bagaimana ia melaksanakan tugas suci ini. Dengan konsepsi ini manusia diharapkan untuk senantiasa untuk memperhatikan perbuatannya sendiri sedemikian rupa, sehingga perbuatan itu dapat dpertanggung jawabkan di depan Ilahi kelak, dengan demikian manusia sebagai makhluk moral selamanya dituntut untuk mempertimbangkan kegiatan hidupnya dalam criteria baik dan buruk.
Kelompok ayat ini dimulai dengan penyampaian keputusan Allah kepada para malaikat tentang rencana-Nya menciptakan manusia di bumi. Penyampaian kepada mereka penting, karena malaikat akan dibebani sekian tugas menyangkut manusia, ada yang akan bertugas mencatat amal-amal manusia, ada yang bertugas memeliharanya, ada yang membimbingnya, dsb. Penyampaian itu juga kelak diketahui manusia, akan mengantarnya bersyukur kepada Allah atas anugrah yang tersimpul dalam dialog Allah dengan para malaikat, “sesungguhnya Alla akan menciptkan khalifah di dunia” demikian penyampaian Allah SWT. Penyampaian ini bias jadi setelah proses penciptaan alam raya dan kesiapannya untuk dihuni manusia pertama dengan nyaman.
Mendengar rencana tersebut, para malaikat bertnya tentang makna penciptaan tersebut. Mereka menduga bahwa khalifah ini akan merusak dan menumpahkan darah. Dugaan itu mungkin berdasarkan pengalaman mereka sebelum terciptanya manusia, di mana ada makhluk yang mberlaku demikian, atau bias juga berdasr atas asumsi bahwa karena yang akan ditugaskan menjadi khlifah bukan malaikat, maka pasti makhluk itu berbeda dengan mereka yang selalu bertasbih menyucikan Allah.[16]
Pertanyaan mereka itu juga bias saja lahir dari penamaan Allah terhadap makhluk yang akan dicipta itu dengan khalifah. Kata ini mengesankan makna pelerai perselisihan dan oenegak hukum, sehingga dengan demikian pasti ada di antara mereka yang berselisih dan menumpahkan darah. Bias jadi demikian dugaan mereka sehingga muncul pertanyaan mereka.[17] Semua itu adalh dugaan, namun apapun latar baelakangnya, yang pasti adalah mereka bertanya kepada Allah dan bukan keberatan atas rencana-Nya.
Inilah ayat-ayat yang membahsa tentang kedudukan manusia di buni sebagai khalifah. Beberapa ayat di atas menggunakan kata khalifah dalam bentuk jama’ yaitu خَلَائِفَ , namun pada ayat yang lain ditemukan juga Allah menggunakan kata خلفاء, seperti dalam QS. Al-Naml, 27/62 dan QS. Al-‘Araf, 7/69, 74. Sebagai contoh yaitu dalam QS. Al-‘Araf, 7/69 yang berbunyi :
أَوَعَجِبْتُمْ أَنْ جَاءَكُمْ ذِكْرٌ مِنْ رَبِّكُمْ عَلَى رَجُلٍ مِنْكُمْ لِيُنْذِرَكُمْ وَاذْكُرُوا إِذْ جَعَلَكُمْ خُلَفَاءَ مِنْ بَعْدِ قَوْمِ نُوحٍ وَزَادَكُمْ فِي الْخَلْقِ بَسْطَةً فَاذْكُرُوا آَلَاءَ اللَّهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ .
Artinya : “Apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepadamu peringatan dari Tuhanmu yang dibawa oleh seorang laki-laki di antaramu untuk memberi peringatan kepadamu? Dan ingatlah oleh kamu sekalian di waktu Allah menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuh, dan Tuhan telah melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu (daripada Kaum Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”( QS. Al-‘Araf, 7/69).
Apa bedanya ketika Allah menggunakan kata  خَلَائِفَdan juga kata خلفاء ? Dalam buku “membumikan Al-Qur’ān” antara lain penulis kemukakan bahwa bentuk jama’ yang digunakan  al-Qur’ān untuk kata khalifah adalah khulafā dan khalāif. Setelah memperthatikan konteks ayat yang menggunakan kedua bentuk jama’ ini, dapat disimpulkan bahwa bila kata khulafā digunakan al-Qur’ān maka itu mengesankan adanya makna kekuasaan politik dalam mengelolah suatu wilayah, sedang bila menggunakan kta khaāif maka kekuasaan wilayah tidak termasuk dalam maknanya. Tidak digunakan bentuk tunggal untuk makna ini, mengesankan bahwa kekhalifaan yang ditemban oleh setiap orang tidak dapat terlaksana, kecuali dengan bantuan dan kerja sama dengan orang lain .
Adapun ayat yang terakhir turun membahas tentang khalifah yaitu :
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (55)
Artinya : “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.”(QS. Al-Nur, 24/55).
Ayat tersebut di atas menggunakan kata لَيَسْتَخْلِفَنَّ berasala dari kata اَسْتَخْلِفَ yang berarti “menjadikan mereka berkuasa/khalifah” maka sangatlah jelas bahwa kedudukan kita di bumi diciptakan untuk menjadi seorang khalifah, كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ “yaitu sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa” kita kembali melihat ayat pertama turun mengenai khalifah ini yaitu tentang kenabian Nabi daud, kekhalifaan manusia pertama yaitu adam dan lain-lain. Allah memberikan contoh kekhalifaan kepada orang-orang yang beriman yaitu kekhalifaan nabi-nabi terdahulu.
Ayat 55 ini adalah inti tujuan perjuangan hidup. Dan inilah janji dan pengharapan yang telah dikemukakan Tuhan bagi setiap mu’min dalam perjuangan menegakkan kebenaran dan keyakinan dipermukaan bumi ini. Dan pokok pendirian mesti dipegang teguh dan sekali-kali jangan dilepaskan, baik keduanya atau salah satu di antara keduanya. Pertama ialah iman, atau kepercayaan, kedua amal shaleh, perbuatan baik, bukti dan bakti.[18]
Berkaitan dengan ayat tersebut di atas, dipertegas lagi oleh hadis nabi saw yang berbunyi :
حدثنا أصبغ أخبرنا ابن وهب أخبرني يونس عن ابن شهاب عن أبي سلمة عن أبي سعيد الخدري  :عن النبي صلى الله عليه و سلم قال ( ما بعث الله من نبي ولا استخلف من خليفة إلا كانت له بطانتان بطانة تأمره بالمعروف وتحضه عليه وبطانة تأمره بالشر وتحضه عليه فالمعصوم من عصم الله تعالى.[19]
Artinya : “Telah menceritakan kepada kami asbag, telah memberitakan kepada kami ibn wahab, telah memberitakan kepadaku yunus dari ibn syihab dari abi salmah dan abi said al-khudriy : dari nabi SAW bersabda “Allah tidak akan mengutus seorang Nabi dan tidak menjadikan seorang khalifah kecuali jika ia mempunyai semata-mata 2 niat yaitu niat untuk menyeru kepada yang ma’ruf dan menganjurkan kepadanya dan āmelarang kepada yang jelek dan menganjurkan untuk meninggalkannya yaitu apa yang dilarang oleh Allah.” (HR. Bukhari).
Jadi, jika kita hanya berlandaskan tekstual terhadap ayat dan hadis nabi saja maka tidaklah mungkin Allah mengangkat seorang khalifah atau penguasa tanpa memiliki amr ma’ruf dan nahi mungkar, sementara kalau kebalikannya berarti mungkin saja ia tidak akan terangkat menjadi khalifah.
Mungkin inilah yang dapat kami sampaikan pada tulisan kami ini, mudah-mudahan ada mamfaatnya bagi kita semua, sebagai pembaca dan penulis beserta apa yang berkaitan dengan semua ini, dengan apa yang kami lakukan ini dapat bernilai ibadah di sisi Allah, kalau ada benarnya maka itu datangnya dari Allah dan kalau ada salahnya, itu datangnya dari kami. Lebih dan kurangnya kami ucapkan banyak terimah kasih.
BAB III
PENUTUP

  1. A.  Kesimpulan
Setelah membaca dan menelaah bersama-sama dari penjelasan di atas, kami dapat merefleksikan sebagai berikut :
  1. Kedudukan, jabatan manusia di bumi adalah menjalankan tugas suci dan mulia yaitu menjadi seorang khalifah.
  2. Konsep khalifah hanya berlaku bagi makhluk manusia saja, tak ditemukan dalil tentang kekhalifaan selain manusia.
  3. Selain menjadi khlaifah dalam hal pengganti Tuhan dalam memelihara alam dan juga sebagai pengganti nebai sebagai kepala negara.
  4. Kewajiban menjalankan konsep kekhalifaan tersebut.
  5. Allah tidak akan mengangkat seorang khalifah tanpa berniat untuk amar ma’ruf dan nahi mungkar.
  1. B.  Saran
Tak ada manusia yang sempurna, sebagaimana dalam ungkapan “manusia tidak luput dari kesalahan dan kehilafan”, olehnya itu, setelah berusaha keras melakukan yang terbaik kita hanya bisa bertawakkal kepada Allah sehingga kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan dari para pembaca yang budiman. Sebab kami menyadari bahwa karya tulis ini memang jauh dari kesempurnaan.





[1] Abu Husain Ahmad bin Faris bin Zakariyya,  Maqayis Lughah, (juz 2; Lebanon: Dar al-Fikri, 1979 M – 1399 H), h. 210.
[2] Muhammad Ismail Ibrahim, Mu’jam al-Alfaz wa al-‘Alam al-Qur’āniyyah, (Al-Qahirah: Dar al-Fikri al-‘Arabiy, 1968), h. 159.
[3] Ibid., h. 159-160.
[4] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi islam, (cet. IV; jilid V; Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1997), h. 50.
[5] Ibid
[6] Hasil hitungan dari Al-Mu’jam al-Mufahras Liy Alfaz al-Qur’an al-Karim oleh Muhammad Fu’ad Abd. Al-Baqy (Indonesia: Maktabah Dahlan, t.th).
[7] Jalaluddin Muhammad Bin Ahmad Al-Mahalliy dan Jalaluddin Abdurrahman Bin Abu Bakar Al-Suyuthi, Tafsir Al-Qur`anul Karim (Juz I; Surabaya: Al-Hidayah, t.th.), h. 577.
[8] Muhammad  Bin Ali Bin Muhammad Al-Syauqaniy, Fathul Qadir Al-Jami’u Bainal Fanni Al-Riwayah Wa Al-Dirayah Min ‘Ilmit Tafsir (Juz 4; t.d.), h. 504.
[9] Prof. Dr. Abd. Muin Salim, Fiqh Siyasah, Konsepsi Kekuasaan Politik Dalam Al-Qur’ān (Cet. 3; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 323. Surah ini termasuk urutan ke- 38 dari surah-surah yang turun, dan inilah yang pertama turun mengenai kekhalifaan.
[10] Muhammad Bin Ali Bin Muhammad Asy-Syauqāni, op. cit., h. 429 – 430.
[11] Abu Al-Hasan Bin Ahmad Al-Wahidi, Asbabun Nuzul (Mesir: Musthafa Al-Bab Al-Halabi, 1968), h. 228
[12] Prof. Dr. Abd. Muin Salim, op. cit., h. 112.
[13] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, op. cit., h. 35.
[14] Badrud Al-Din Muhammad Bin Abdillah Az-Zarkasyi, Al-Burhan fi Ulum Al-Qur’ān (jilid IV; Mesir: Darul Ihya’ Al-Kutub Al-‘Arabiyyah, t.th.), h. 298.
[15] Prof. Dr. Abd. Muin Salim, op. cit., h. 113.
[16] Prof. Dr. M. Qurays Shihab, Tafsir Al-misbah (volume I; cet. VIII; Tangerang: Lentera hati, 2007), h. 141.
[17] Ibid
[18] Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar (Juz 17, 18, 19, 20; Jakarta: PT Pustaka Panjimas, 1983),  h.  217
[19] Muhammad Bin Ismail Abu Abdullah Al-Bukhariy Al-Ja’fiya, Al-Jami’u Ash-Shahih Al-Mukhtashar (Juz VI; Cet. III; Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyyah, 1407H/1987M), h. 2632.